Standar Grade Jalan Tambang Sesuai KepMen ESDM - miraclewijaya.com

Standar Grade Jalan Tambang Sesuai KepMen ESDM

standarisasi grade jalan tambang KepMen ESDM No. 1827K/30/MEM/2018
Standar Grade Jalan Tambang Sesuai KepMen ESDM - Sedikit sharing buat sobat semua tentang safety yang luar biasa... Semangat Pagi…!!! Mari Sebar ilmu hari ini adalah tentang kemiringan/grade jalan dan bagaimana pengaturannya di dalam Kepmen ESDM No. 1827K/30/MEM/2018 dan apa yang harus dilakukan apabila grade jalan di lapangan lebih besar dari grade jalan  yang sudah diatur di dalam Kepmen.

Selamat menikmati…

Jalan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan operasi penambangan. Dapat diibaratkan bahwa jalan tambang merupakat urat nadi keberlangsungan produksi. Apabila jalan tambang bermasalah, kegiatan operasi produksi akan terganggu.

Salah satu variabel yang perlu mendapat perhatian besar terkait dengan jalan adalah Kemiringan Jalan atau Grade Jalan. Kemiringan/grade jalan perbedaan ketinggian jalan dalam arah transversal dan biasanya dinyatakan dalam persen (%). Persentase yang dimaksud disini adalah perbandingan antara perbedaan ketinggian jalan antara dua titik dalam arah transversal dengan jarak horisontal dua titik tersebut, sebagaimana digambarkan sebagai berikut.

Maka, Grade Jalan (GJ), selanjutnya kita akan menyebut grade jalan sebagai GJ, adalah:
Pertanyaannya adalah berapa GJ maksimum yang diizinkan?

Sesuai dengan ketentuan Lampiran II Kepmen ESDM No. 1827K/30/MEM/2018, GJ diatur sebagai berikut:

Kemiringan (grade) jalan tambang tidak boleh lebih 12% dengan memperhitungkan spesifikasi kemampuan alat angkut

Apabila kemiringan jalan tambang lebih dari 12%, maka dilakukan kajian teknis terkait jalan tersebut
Poin 1. GJ ? 12% dengan memperhitungkan spesifikasi kemampuan alat angkut
Pegangan utama kita dalam menentukan GJ yang aman adalah spesifikasi Alat angkut yang digunakan, artinya maksimal sesuai dengan kemampuan alat angkut.

Hal yang tidak boleh dilupakan, adalah:
Semua alat angkut pada kegiatan pertambangan selalu diupayakan untuk beroperasi dalam kondisi full loaded atau bermuatan penuh sesuai kemampuan alat angkut yang diyatakan dengan GVW untuk Rigid Truck atau GCW untuk trailer, bahkan tidak jarang kita menemukan alat angkut dimuati berlebih atau overload.

Semua alat angkut baik berupa DT maupun Prime Mover untuk trailer memiliki spesifikasi teknis masing terkait GJ maksimum yang bisa dilalui dalam kondisi Full Loaded.

Jadi, kalimat “…….memperhitungkan spesifikasi kemampuan alat angkut” artinya adalah alat angkut dalam kondisi bermuatan penuh hanya diizinkan melalui jalan yang GJ nya lebih kecil atau sama dengan GJ yang sudah ditentukan di dalam spesifikasi teknis alat angkut tersebut.

Misalnya, sebuah DT memiliki spesifikasi teknis sebagai berikut:

GVW                          : 44 Ton
Cab dan Chassis      : 10 Ton
Vessel                        : 4 Ton
Payload Max            : 30 Ton
GJ Max                      : 8 %

Hal ini berarti DT tersebut saat bermuatan sebesar 30 Ton, GJ jalan maksimum yang bisa dilalui adalah 8%, maka pada saat membangun jalan yang akan dilalui DT tersebut, GJ yang dibangun tidak boleh melebihi 8%.

Pertanyaannya adalah, bagaimana kalau kita mengoperasikan DT dengan spesifikasi di atas dimana GJ max adalah 8 %, padahal kita memiliki tanjakan dengan GJ 9 %?

Yang pasti adalah akibat ketidaksesuaian ini, terdapat bahaya yang lebih besar. Maka KTT perlu membuat Kajian Teknis, yang tujuannya mengkaji peningkatan bahaya yang terjadi dan apa pengendalian tambahan yang perlu dilakukan.

Tidakan pengendalian apa yang perlu dilakukan?

Apakah kita harus ganti DT?

Atau kita harus menurunkan GJ?

Dua solusi di atas memiliki konsekuensi masing-masing, kalau ganti DT, berati Investment Cost atau Owning Cost akan sangat tinggi, dan menurunkan GJ akan memakan waktu lama, dan apakah selama proses menurunkan GJ, kegiatan pengangkutan harus berhenti? Kalau tetap jalan berarti kita menghadapi bahaya dan risiko yang tinggi, dan kalau berhenti kita mengalami kerugian produksi.

Maka, apabila sudah diambil keputusan tindakan perbaikan yang akan diambil terkait GJ yang 9% (melebihi kemampuan DT yang hanya 8%) adalah dengan mengurangi GJ, dan tindakan perbaikan ini baru dapat diselesaikan dalam jangka waktu 6 bulan misalnya, maka selama penurunan GJ ini belum selesai, DT tersebut tetap bisa operasi dengan pengendalian sementara yaitu mengurangi muatan DT. Harus diingat, bahwa DT dalam contoh kasus di atas memiliki kemampuan melewati tanjakan maksimum 8% saat membawa beban 30 Ton, apabila muatan dikurangi, tentu kemampuan DT akan meningkat.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apabila saat melewati GJ 8% DT mampu membawa muatan 30 Ton, maka berapa muatan yang mampu dibawa DT saat melewati GJ 9%?

(silahkan kontak admin…)

Poin 2. Apabila kemiringan jalan tambang lebih dari 12%, maka dilakukan kajian teknis terkait jalan tersebut

Aturan pada poin 2 di atas mempunyai pesan bahwa begitu GJ melebihi 12%, tanpa melihat kemampuan alat angkut KTT harus membuat kajian teknis terkait GJ tersebut.

Ada 2 kemungkinan yang bisa terjadi pada skenario 2 ini yaitu:

  1. DT yang memiliki kemampuan dapat melewati GJ maksimum 11% dioperasikan pada GJ 13%, maka KTT harus membuat kajian teknis dengan alternatif solusi seperti pada poin 1 di atas
  2. DT yang memiliki kemampuan dapat melewati GJ maksimum 14% dioperasikan pada GJ 13%, maka KTT tetap harus membuat kajian teknis dengan hanya menyebutkan bahwa tidak ada potensi bahaya yang bertambah akibat GJ, karena DT memiliki kemampuan saat bermuatan penuh dapat melewati GJ 14%
Jadi buat para Bapak/Ibu KTT, PJO yang diminta bantuan oleh KTT, konsultan yang diminta bantuan juga oleh KTT, selamat menganalisis, menentukan solusi, dan menuangkan ke dalam kajian teknis.
Semangat Pagi…. dan selamat memberikan yang terbaik. Semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk sobat semua.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel